PERBEDAAN UNSUR DELIK (DELICTS ELEMENTEN) DAN BAGIAN INTI DELIK (DELICTS BESTANDELEN) DALAM KAITANYA DENGAN PEMBUKTIAN PERBUATAN PIDANA OLEH PENUNTUT UMUM

 

PERBEDAAN UNSUR DELIK (DELICTS ELEMENTEN) DAN BAGIAN INTI DELIK (DELICTS BESTANDELEN) DALAM KAITANYA DENGAN PEMBUKTIAN PERBUATAN PIDANA OLEH PENUNTUT UMUM

Oleh :

Rudi Pradisetia Sudirdja, SH

(Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi)

Picture1Tindak pidana, peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan mengandung sanksi pidana, ke semua istilah itu berasal dari Belanda, strafbaar feit atau delict. Kata delik berasal dari bahasa Latin, yaitu dellictum, yang di dalam Wetboek Van Strafbaar feit Netherland dinamakan Strafbaar feit. Dalam Bahasa Jerman disebut delict, dalam Bahasa Perancis disebut delit, dan dalam Bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut “perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana.

Simons sebagaimana dikutip oleh Moeljatno menerangkan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab sedangkan Van Hamel merumuskan strafbaar feit adalah kelakuan orang (menslijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (straf waardig) dan dilakuklan dengan kesalahan. Moeljatno sendiri menerjemahkan strafbaar feit ke dalam bahasa Indonesia menjadi “perbuatan pidana”.

Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan istilah delik dan perbuatan pidana secara pararel karena di Belanda sendiri, digunakan dua istilah secara pararel, strafbaar feit dan delict, untuk menyebut perbuatan-perbuatan yang dilarang undang-undang dan mengandung sanksi pidana.

Rumusan delik / perbuatan pidana, di Indonesia mengikuti Nederland, Prancis yang berlaku lexstricta, artinya diusahakan semua rumusan delik berupa definisi, kecuali tidak mungkin dibuat definisi, seperti penganiayaan, “melanggar kesusilaan” dan “penghinaan”. Sehingga delik / perbuatan pidana merupakan rangkaian dari kata-kata / frasa yang masing-masing memiliki makna dan terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh (terdefinisi).

Menurut Andi Hamzah suatu rumusan delik terdiri atas tiga komponen :

  1. Subjek (norma dressaat), umumnya berupa “barang siapa” (hijdie) atau “setiap orang”. Ada juga yang khusus seperti “pegawai negeri”, “pemborong”, “komandan tentara”, “seorang ibu”, “nahkoda”, “dokter”, dst.
  2. Rumusan delik yang terdiri atas bagian inti delik (delicts bestandelen). Bagian inti delik inilah yang harus termuat dalam dakwaan dan kemudian uraian fakta bagaimana melakukannya.
  3. Sanksi yang terdiri atas pidana dan tindakan (maatregel).

Bagian inti delik (delicts bestandelen) adalah kata, frasa atau kalimat yang secara tegas tercantum dalam rumusan delik. Sedangkan unsur delik (delicts elementen) termasuk yang tidak tercantum dalam rumusan delik. Unsur yang tidak tercantum dalam rumusan delik tidak perlu disebut dalam surat dakwaan oleh penuntut umum, dan sebaliknya bagian inti delik wajib dimuat dalam surat dakwaan kecuali terhadap bagian inti delik yang bersifat alternatif, maka cukup ditulis bagian inti delik yang menurut penuntut umum terdapat fakta hukumnya.

Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai perbedaan bagian inti delik dan unsur delik, penulis mencoba memberikan contoh frasa “melawan hukum” dalam perbuatan pidana pencurian dan perbuatan pidana pembunuhan.

1. Pasal 362 KUHP, bagian inti delik :

- mengambil

- barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;

- dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum;

2. Pasal 338 KUHP, bagian inti delik :

- dengan sengaja

- merampas nyawa orang lain

Melawan hukum (wederrechttelijk) dalam perbuatan pidana pencurian merupakan bagian inti delik karena frasa melawan hukum secara tegas (tersurat) dimuat dalam rumusan pasal 362 KUHP sedangkan dalam perbuatan pidana pembunuhan melawan hukum merupakan unsur delik, hanya dimaknai ada secara diam-diam (tersirat) dalam pasal 338 KUHP. Walaupun hanya unsur delik bukan berarti “perbuatan membunuh” tidak mengandung sifat “melawan hukum (wederrechttelijk), karena dilihat dari definisi saja, menurut simons strafbaar feit” adalah kelakuan yang bersifat melawan hukum, sehingga semua delik/perbuatan pidana pasti melawan hukum, yang membedakan hanya tersurat atau tidaknya frasa melawan hukum dalam rumusan delik tersebut.

Bahwa dalam kaitannya dengan pembuktian di persidangan, terhadap pasal-pasal, seperti pasal 362, pasal 368, pasal 372 KUHP dst yang frasa melawan hukum termuat dalam rumusan delik, maka penuntut umum berkewajiban membuktikan frasa tersebut. Sebaliknya terhadap pasal yang tidak mencantumkan frasa melawan hukum seperti pasal 338, pasal 351 KUHP penuntut umum tidak perlu membuktikan frasa tersebut di persidangan dan dalam requisitornya. Namun demikian dalam kaitannya dengan ajaran dualistis, penuntut umum harus dapat membuktikan bahwa terdakwa dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, tidak ada alasan pemaaf dan pembenar yang menjadi dasar penghapus pidananya.

Apabila di persidangan ternyata penasihat hukum dapat membuktikan perbuatan terdakwa tidak “melawan hukum”, atau “melawan hukumnya hilang" karena terdapat alasan pembenar (Pasal 49 ayat (1), Pasal 50, Pasal 51 ayat (1) KUHP) yang menghapus sifat melawan hukum dari perbuatan terdakwa, maka hakim memberikan putusan bebas (vrijspraak) untuk pasal 362 KUHP karena bagian inti delik tidak terbukti dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) karena unsur delik yang tidak terbukti.

Demikian uraian perbedaan antara unsur delik (delicts elementen) dan bagian inti delik (delicts bestandelen) dalam kaitanya dengan pembuktian perbuatan pidana, semoga bermanfaat.

Referensi

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, cetakan ke enam, PT Rineka Cipta, Jakarta, 200

Andi Hamzah, Surat Dakwaan dalam Hukum Pidana Indonesia, PT. Alumni Bandung, Bandung, 2016

You Might Also Like

0 komentar