POKOK POKOK PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG UNDANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

POKOK POKOK PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG UNDANG 
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
Oleh : 
Rudi Pradisetia Sudirdja, SH 

  A.    Pendahuluan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law ). Oleh karena itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnyadi bidang penuntutan.


Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Sebagai lembaga yang mempunyai wewenang sangat besar dalam proses penegakan hukum, posisi Kejaksaan sangat sentral. Akan tetapi, dinamika masyarakat dan perkembangan hukum yang terjadi begitu cepat, belum dapat diimbangi oleh lembaga kejaksaan, terutama dalam pengembangan sumber daya manusia berikut instrumennya. Demikian kutipan sambutan ketua Komisi Hukum Nasional, J.E. Sahetapy, pada Seminar Pembaruan Kejaksaan Republik Indonesia, di Gedung Kejaksaan RI, Jakarta, 27 September 2005.
Sahetapy juga mengatakan, kejaksaan merupakan salah satu institusi penegak hukum yang paling ramai disuarakan untuk melakukan perubahan. Akan tetapi, dari hasil penelitian yang diselenggarakan KHN, tampak masih ada kendala yang dihadapi oleh Kejaksaan dalam memenuhi tuntutan masyarakat itu. Kendala-kendala yang terjadi meliputi; faktor (sub) budaya dalam struktur organisasi, juga masalah aturan-aturan lama Kejaksaan yang hingga saat ini masih berlaku.
Senada denangan pendapat diatas, bahwa Undang Undang No 16 Tahun 2004 yang mengatur tentang lembaga Kejaksaan Republik Indonesia sudah terlalu usang dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat,  sehingga diperlukan adanya pembaharuan. Pembaharuan dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, kejaksaan perlu ditata kembali antara lain dengan menekankan independensinya dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat

B.     Posisi Kejaksaan RI dalam Sistem Tata Negara Indonesia
Kedudukan, fungsi dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi penegakan hukum sangat memerlukan kemandirian dan indepedensi. Pasal 2 Undang Undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan menyatakan bahwa kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara  di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Pengaturan kedudukan dalam Undang Undang No 16 tahun 2004 tersebut mengakibatkan ketidakpastian konstitusional mengenai kedudukan lembaga kejaksaan, terdapat kebingungan dan abiguitas dalam menentukan posisi lembaga kejaksaan, apakah kejaksaan termasuk kedalam  “badan yang terkait dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam pasal 24 ayat 3 UUD 1945” atau “kekuasaan pemerintah yang berada sebagai subordinat kekuasaan presiden”.  
Basrif Arief, Mantan Jaksa Agung Republik Indonesia dalam Seminar bertema Posisi Kejaksaan Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia menyatakan “ Kejaksaan seharusnya ditempatkan pada kedudukan, fungsi dan wewenang  yang mandiri dan independen untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam penegakan hukum agar terwujud peradilan yang adil , mandiri dan independen sesuai dengan konsep rule of law. Dalam pasal 2 ayat (2) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 merumuskan bahwa penuntutan dilaksanakan secara merdeka. Pasal tersebut menunjukan adanya jaminan bahwa kejaksaan dalam melakukan penuntutan harus terlepas dari pengaruh atau kekuasaan pihak lain, termasuk pemerintah , walaupun kedudukan kejaksaan berada diranah eksekutif.
Dalam aturan hukum internasional, kedudukan konstitusional lembaga peradilan harus dijamin konstitusi. Pasal 1 The United Nations Basic Principle on Independe of Judiciary yang dikeluarkan Perserikatan Umum Majelis Bangsa-Bangsa  pada tahun 1985 menyatakan hakikatnya dalam prinsip negara hukum, keberadaan kekuasaan yudusial merupakan kekuasaan yang bertujuan untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap berjalan pada kerangka hukum.
Keberadaan kekuasaan yudusial yang independen merupakan jaminan bagi tegaknya supermasi hukum. Independensi lembaga penegak hukum akan menghindari terjadinya penyimpangan fungsi lembaga penegak hukum dan keadilan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan oleh sebuah rezim tertentu.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat menangkap persoalan tentang kemadirian lembaga kejaksaan karena saat ini  lembaga kejaksaan berada dibawah kekuasaan eksekutif,  hal ini mengakibatkan timbul presepsi publik bahwa lembaga kejaksaan seakan-akan enggan untuk melakukan penyidikan kasus “terutama korupsi” yang melibatkan orang-orang dalam pemerintahan. Oleh karenanya didalam Revisi Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan posisi kejaksaan menjadi salah satu pembahasan utama yakni apakah kejaksaan ditempatkan sebagai petugas hukum (law officer) atau petugas eksekutif (executive officer).
Dikutip dari Gresnews.Com, bahwa  “dalam  laman resmi DPR melaporkan, sikap fraksi-fraksi di Komisi III DPR terbelah menyikapi dua pilihan itu.
"Masih saling bargain, kekuatannya 50-50, ada yang meminta independen ada yang mendorong kejaksaan masih di bawah eksekutif," kata anggota Komisi III Nudirman Munir dari Fraksi Partai Golkar. Nudirman cenderung berpendapat kejaksaan berada di luar eksekutif agar berjarak dari kepentingan pemerintah. Otomatis proses pengangkatan harus melibatkan rakyat dalam hal ini DPR. "Hal seperti ini sebenarnya merupakan domain rakyat dan yang melaksanakan para wakil rakyat yang ada di DPR,"imbuhnya. Pendapat Nudirman ini sudah tertera dalam draft revisi UU Kejaksaan pada Pasal 19 Ayat (2): Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (ditambahkan dalam draft revisi) dengan mendengar pertimbangan DPR. Ahmad Yani, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga senada dengan Nudirman. Kata Yani, pilihan menempatkan kejaksaan di bawah presiden akan membuat penegak hukum dalam posisi sulit. "Kalau kejaksaan bagian dari pemerintahan akan jadi persoalan, tatkala satu saat Jaksa Agung ingin menetapkan tersangka pejabat setingkat menteri ini masalah. Terbukti sampai saat ini belum pernah Jaksa Agung menetapkan menteri sebagai tersangka, berbeda dengan KPK," ungkapnya”
Menurut Romly Atassasmita, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran  menyatakan bahwa Penempatan Kejaksaan Agung sebagai institusi negara yang independen harus diimbangi dengan pertanggungjawaban dan transparansi (accountability and transparancy). Di sisi lain, Romly menyarankan perlunya segera melakukan amandemen UUD 1945 untuk secara tegas menempatkan Kejaksaan Agung setingkat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.  Hasil penelitian dari National Univesity of Singapore terdapat 114 negara dari 154 negara yang mengatur Kejaksaan (Jaksa Agung) dalam konstitusi mereka. Sedangkan dalam Undang Dasar Tahun 1945 posisi serta nama lembaga Kejaksaan tidak disebutkan secara tegas sehingga menimbulkan multi penafsiran tentang kedudukan lembaga Kejaksaan Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.


     C.    Jaksa Agung harus berasal dari Jaksa Karir
Salah satu topik pembahasan yang mencuat dalam pembahasan RUU Kejaksaan adalah perbedaan pendapat tentang pengisian jabatan Jaksa Agung apakah Jaksa Agung harus diisi oleh jaksa karir atau non karir. Menurut Romly Atasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran menyatakan bahwa” sebaiknya jabatan Jaksa Agung RI diisi oleh kalangan profesional, yaitu jaksa karir yang paham teknis penuntutan  dan penanganan suatu perkara.
Senada dengan pendapat tersebut Andi Hamzah, Guru Besar Universitas Trisakti mengatakan “ Jaksa Agung yang diangkat harus dari jaksa karier, karena orang inilah yang mengerti betul seluk beluk permasalahan di Kejaksaan. Disamping itu,  Andi Hamzah mengatakan perlu adanya pemisahan fungsi teknis dan fungsi administratif dalam tubuh Kejaksaan. Dalam RUU Kejaksaan ditambahkan satu sub bab dan pasal baru yaitu perihal Sekretariat Jenderal. Dalam sub bab dan pasal baru dimaksud diatur bahwa Sekretariat Jenderal mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada Kejaksaan Agung. Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang merupakan pejabat aparatur Negara.
  
      D.    Rekruitmen, Penempatan, Mutasi Jaksa 
Sistem perekrutan dan penempatan jaksa menjadi salah satu topik pembahasan yang cukup alot dalam pembahasan RUU Kejaksaan. Dalam RUU dirumuskan ketentuan mengenai sistem perekrutan dan penempatan jaksa secara transparan, professional dan akuntabel sebagaimana diatur dalam Pasal 8A. Adanya penambahan pasal tersebut dimaksudkan agar reformasi Kejaksaan RI dapat terlaksana secara baik dan menyeluruh.
Untuk  menciptakan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas  dalam Penempatan, Mutasi, Promosi  seorang jaksa dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1.      Penggunaan sistem teknologi dan informasi untuk mendorong keterbukaan informasi publik.
2.   Sistem rekruitmen Calon Jaksa atau pegawai kejaksaaan harus dilakukan dengan transparan, akuntabel dan bebas dari Kolusi Korupsi dan Nepotisme. Oleh karenanya dalam rekruitmen Calon Pegawai Negeri Sipil harus melibatkan lembaga yang independen guna mengantisipasi adanya titipan-titipan dari pihak internal Kejaksaan.
3.      Penempatan seorang Jaksa di Satuan Kerja harus dilakukan berdasarkan prestasi atau kemampuan intelektualnya. Hal ini merupakan bagian dari reward kepada Jaksa-jaksa yang berprestasi. Disamping itu Jaksa yang memiliki kemampuan intelektual lebih harus ditempatkan di tempat yang memiliki angka kejahatan tinggi dan modus operandi kejahatan yang sulit penanganannya, seperti di kota-kota Besar.
4.   Menentukan target waktu Mutasi seorang Jaksa (terutama jaksa-jaksa di daerah), misalkan setelah bertugas selama 4 tahun, maka Jaksa tersebut harus di lakukan mutasi ke satuan kerja baru.
  
     E.     Kesimpulan
Revisi Undang Undang Kejaksaan harus dilakukan berdasarkan kebutuhan, kepentingan nusa dan bangsa, bukan hanya melihat keadaan saat ini namun harus jauh  visioner kedepan. Dengan dilakukan revisi Undang Undang tersebut diharapkan Lembaga Kejaksaan menjadi lembaga negara yang profesional, mandiri, independen, dan terbebas dari intervensi pihak manapun, dengan demikian kejaksaan dapat menjadi lembaga yang berintegritas dan kepercayaan publik kepada kejaksaan bisa kembali. Amin.

REFERENSI

Gress News, Revisi Undang Undang Kejaksaan Mulut Macan ke Mulut Buaya, http://www.gresnews.com
Hukum Online, Posisi Jaksa Agung, Sebaiknya Berasal dari Karir atau Non Karir?, http://www.hukumonline.com, di unduh 7 Februari 2015
--------------------, Andi Hamzah: Hanya Indonesia yang Punya Jenjang Rentut, http://www.hukumonline.com, di unduh 7 Februari 2015
Majalah Adhyaksa Indonesia, Posisi Ambigu Kejaksaan RI, edisi khusus Bulan Juli 2014, PT Haidar Indo Telenet, Jakarta, 2014
-------------------------------------, Beberapa Catatan Dari Surabaya dan Palemabang, edisi khusus Bulan Juli 2014, PT Haidar Indo Telenet, Jakarta, 2014
Komisi Hukum Nasional,  Catatan Prof Sahetay Tentang Kejaksaan, http://www.komisihukum.go.id,  di unduh 7 Februari 2015
Undang Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara  Pidana
Undang Undang No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia


You Might Also Like

0 komentar