Fokus pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam empat tahun terakhir ini adalah berkonsentrasi penuh dalam membangun
infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia. Baik pembangunan jalan raya,
pembangunan jalan tol, pembangunan jalur kereta api, pembangunan airport/bandara, pembangunan
pelabuhan, pembangunan bendungan, pembangunan waduk, pembangunan jaringan
irigasi, pembangunan pembangkit tenaga listrik, pembangunan pos batas negara,
dan pembangunan infrastruktur-infrastruktur yang lainnya. Semua ini dimaksudkan
untuk meningkatkan konektivitas, menyambungkan, membuka keterisolasian,
memudahkan dan memurahkan biaya transportasi, biaya logistik. Hal ini juga
bukan saja dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi, tetapi juga membangun
peradaban dan mempersatukan Indonesia
Namun tidak
jarang, dalam membangun infrastruktur tersebut kita dihadapkan berbagai kendala,
salah satunya persoalan korupsi. Korupsi
telah menggerogoti anggaran negara,
merusak sendi-sendi perekonomian bangsa, dan merusak iklim investasi di
Indonesia. Ibarat peribahasa
“di mana ada gula di situ ada semut”,
begitulah perumpamaan korupsi dan pembangunan. Dalam pelaksanaan proyek
pembangunan, berpotensi terjadi korupsi, seperti suap kepada pejabat, pelaksanaan pekerjaan
tidak sesuai RAB, pemotongan anggaran pembangunan, dan tindakan menyimpang
lainnya.
Guna meminimalisir
penyimpangan tersebut, tentunya peran dari hukum dan aparatnya menjadi sangat
penting, terutama berkaitan dengan kegiatan mengawal, mengamankan dan menjaga
agar pelaksanaan pembangunan tersebut dapat berjalan sesuai dengan rencana dan
bebas dari berbagai penyimpangan. Kita membutuhkan regulasi yang baik, kita
membutuhkan aparat penegak hukum yang baik, dan kita membutuhkan model
penegakan hukum yang baik yang selaras dan tidak kontraproduktif dengan
program-program pembangunan nasional.
Untuk itu, upaya pemberantasan
korupsi di samping dilakukan dengan tindakan represif, pemerintah juga memberikan prioritas yang tinggi pada upaya
pencegahan (preventif). Pemerintah telah mengeluarkan Strategi Nasional
Pencegahan Korupsi, melalui Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 sebagai arah
kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi meliputi: Perizinan
dan tata niaga, keuangan
negara; dan penegakan
hukum dan reformasi birokrasi.
Selain itu, melalui Badan Standardisasi
Nasional (BSN) telah ditetapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP)
berdasarkan SNI ISO 37001: 2016 yang secara identik mengadopsi ISO 37001: 2016
“Anti Bribery Management Systems Requirements
with Guidance for Use”. Alhamdullilah, Indonesia
masuk jajaran negara terdepan yang menerapkan
SMAP yakni Juni 2017, setelah sebelumnya lebih dulu Singapura dan Peru pada
April 2017. Tujuan perumusan sistem tersebut, tidak lain agar lembaga, institusi atau
organisasi baik publik maupun privat, baik yang berorientasi profit maupun nirlaba
memiliki guideline atau panduan untuk
menerapkan manajemen anti penyuapan di lingkungan kerjanya masing-masing. Tak
hanya sampai di situ, SMAP juga dapat membantu organisasi untuk mengendalikan praktik penyuapan dengan cara mencegah, mendeteksi, melaporkan,
serta menangani persoalan penyuapan.
Tidak ketinggalan, sebagai salah satu institusi penegak hukum yang memiliki peran sentral dan sangat strategis dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi, Kejaksaan dewasa ini telah mengembangkan strategi pencegahan tersebut, dengan membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) baik di tingkat pusat maupun daerah. H.M. Prasetyo (Jaksa Agung RI) dalam berbagai kesempatan mengungkapkan bahwa Pembentukan TP4 sejalan dengan program prioritas pemerintahan Jokowi-JK yang berfokus pada pembangunan infrastruktur. Untuk itu, kehadiran TP4 diharapkan dapat membuat program pembangunan yang direncanakan benar-benar terlaksana dan berjalan dengan baik dan benar. Melalui TP4, Kejaksaan berupaya mencegah terjadinya penyimpangan, baik penyimpangan administratif, prosedur, tatacara, terlebih penyimpangan lain yang berujung terjadinya tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Dalam hal ini, TP4 dapat dilakukan melalui beberapa bentuk kegiatan, melalui program penerangan hukum dan penyuluhan hukum, pendampingan hukum terutama atas proyek strategis pada setiap tahapan dari awal sampai akhir, sejak perencanaan, pelaksanaan pekerjaan sampai dengan penyerahan dan pemanfaatan hasilnya. Dalam pelaksanaannya pula, penegakan hukum berbasis pencegahan melalui TP4 senantiasa mengedepankan prinsip efisiensi sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dan prinsip efisiensi serta dengan anggaran yang sama dapat menghasilkan volume pekerjaan yang lebih banyak dan lebih berkualitas. (RPS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar