INDONESIA, ISLAM, DAN CINTA TANAH AIR
INDONESIA, ISLAM, DAN CINTA TANAH AIR
Oleh : Rudi Pradisetia Sudirdja
“Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya, Indonesia sejak dulu kala, tetap di puja-puja bangsa,” itu merupakan penggalan lagu wajib Nasional “Indonesia Pusaka” yang diciptakan oleh Ismail Marzuki. Tanah air merupakan tempat di mana kita dilahirkan, tempat di mana kita hidup, dibesarkan, dan akhirnya kembali ke pangkuan Tuhan YME, Allah SWT. Dalam Penjelasan Umum UU No 12 Tahun 2006 dirumuskan” Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.
Salah satu kewajiban dari warga negara terhadap negaranya adalah kewajiban mencintai tanah air. Landasan yuridis warga negara Indonesia diwajibkan mencintai tanah air diatur dalam konstitusi, Pasal 30 ayat (1) Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) merumuskan “Tiap – tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Dalam ayat (2) “untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Konstitusi telah wewajibkan setiap Warga Negara Indonesia untuk menjaga, mempertahankan, dan mengamankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari gangguan musuh baik internal maupun eksternal. Kewajiban-kewajiban tersebut merupakan refleksi dari cinta, karena cinta pada dasarnya adalah rasa sayang, rasa ingin menjaga, rasa kepemilikan, dan tidak rela apabila sesuatu yang disayanginya diganggu, dirusak dan direbut oleh orang lain.
Negara Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam Islam kecintaan terhadap tanah air telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, suri tauladan yang baik bagi umat manusia sekalian alam. Nabi Muhammad Saw lahir di Makkah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah dalam keadaan yatim. Nabi Muhammad Saw sangat mencintai kota Makkah sebagai kota kelahirannya. Dalam suatu hadis diriwayatkan pada saat Nabi Muhammad Saw hendak hijrah ke Madinah, karena tindakan represif kaum musrik dan kafir Quraisy, Nabi Muhammad Saw bersabda "alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu” (HR Ibnu Hibban). Hadis diatas menunjukan bahwa Nabi Muhammad Saw sangat mencintai kota Makkah Al-Mukarramah sebagai kota kelahirannya, beliau meninggalkan kota tersebut dalam keadaan terpaksa, karena beliau mendapat intimidasi, ancaman, gangguan, dalam menyebarkan syiar Islam disana. Sehingga mau tidak mau beliau harus meninggalkan kota Makkah demi misi menyebarkan ajaran Islam.
Selain mencintai kota kelahirannya, Nabi Muhammad Saw juga sangat mencintai kota Madinah Al Munawarah, kota di mana peradaban Islam berkembang, kota mulia, tempat turunnya wahyu, kota di mana jasad Nabi Muhammad Saw dimakamkan, dan kota yang dihuni oleh masyarakat multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam hidup rukun dan saling menghormati dibawah aturan dasar Piagam Madinah yang dirumuskan oleh Nabi Muhammad Saw. Madinah merupakan tempat kedua yang dicintai oleh Nabi Muhammad Saw setelah kota Makkah. Dalam suatu hadis diriwayatkan dari sahabat Anas, ketika Nabi Muhammad Saw kembali dari bepergian, dan beliau melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi). Selain itu Nabi Muhammad Saw juga telah menjadikan Kota Madinah sebagai kota haram, Dalam sebuah hadis disebutkan “Sesungguhnya Nabi Ibrâhîm menjadikan kota Mekah sebagai kota haram, dan sesungguhnya aku menjadikan Madinah sebagai kota yang haram juga”. (HR. Muslim)
Lebih lanjut, Ali Bin Abi Thalib orang terdekat Rasullulah, yang merupakan sepupu, sahabat sekaligus menantu Rasul, menjelaskan “Umiratil buldan bihubbil awthan.” Negeri akan dimakmurkan dengan kecintaan pada tanah air. Ucapan Imam Ali tersebut menggambarkan, suatu Negara dapat makmur apabila warga negara cinta terhadap tanah airnya (negaranya). Ucapan tersebut sangat logis, dengan cinta membuat warga negara peduli terhadap tanah airnya, ia akan memiliki rasa kepemilikan dan berusaha memberikan yang terbaik bagi tanah airnya. Dalam konteks Indonesia, kecintaan terhadap tanah air dapat diwujudkan dengan setia kepada dasar Negara (Pancasila dan UUD 1945), mempedomani prinsip Bhineka Tunggal Ika, tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang (tidak korupsi, tidak mendukung gerakan para teroris), ikut mensukseskan program pemerintah (membayar pajak), menjaga nama baik bangsa dan NKRI, hidup rukun, saling hormat menghormati, gotong royong, dan melakukan tindakan-tindakan positif lainnya. Dengan melakukan hal-hal tersebut maka tanah air (Negara) akan menjadi makmur.
Masih menurut Imam Ali “Min karamil mar’i bukaa`uhu ‘ala ma madha min zamanihi wa haninihi ilaa awthaanihi.” Di antara kemuliaan seseorang adalah tangisannya akan apa yang lepas dari umurnya, dan kecintaannya pada tanah airnya. Imam Ali mengajarkan kepada kita bahwa mencintai tanah air merupakan hal yang penting, apabila seseorang menangis karena kecintaan terhadap tanah air, misalnya ia ingin tanah airnya makmur, aman, dan damai, serta masyarakatnya sejahtera. Maka hal-hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kemuliaan manusia, karena fitrah manusia adalah menginginkan yang baik dan menolak yang tidak baik. Begitulah beliau mengajarkan kepada kita tentang anjuran untuk mencintai tanah air.
Membangun negeri, menjaga NKRI, menegakan konstitusi, setia kepada Pancasila dan UUD 1945, dan hidup dalam bingkai “Bhineka Tunggal Ika” adalah bagian dari mengimplementasikan nilai-nilai agama, berwarganegara yang baik merupakan salah satu cerminan dari beragama yang baik. Nabi Muhammad Saw, suri tauladan setiap muslim, begitupun orang terdekat beliau, Ali Bin Abi Thalib, telah memberikan contoh kepada kita tentang anjuran mencintai tanah air (Negara), sehingga kita sebagai Warga Negara Indonesia, sebagai orang muslim, harus mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman).
0 komentar