MEMBANGUN KOALISI YANG BAIK DALAM SISTEM PRESIDENSIAL “KOALISI DALAM SISTEM PRESIDENSIAL KONSEKUENSI LOGIS PLURALISME INDONESIA”
Oleh : Rudi Pradisetia Sudirdja (Mahasiswa FH UNPAS / Kader Himpunan Mahasiswa Islam / Pengurus Forum Diskusi Mahasiswa Hukum)
Secara harfiah koalisi diartikan sebagai persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, dimana dalam kerjasamanya, masing-masing mewakili kepentingan sendiri-sendiri. Menurut Prof jimly asshiddiqie : sistem presidensil adalah sistem pemerintahan yang terpusat pada jabatan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Sedangkan sistem pemerintahan parlementer yaitu sistem pemerintahan dimana jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan dipisahkan satu sama lainnya.Pada umumnya di dunia, negara negara menganut sistem pemerintahan presidensil atau sistem pemerintahan parlementer tetapi ada pula yang menganut sistem pemerintahan campuran .
Untuk membedakan antara sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensil, menurut CF.Strong dapat dilihat dari :1. Ada tidaknya pembedaan reel eksekutif (kepala pemerintahan) dan nominal eksekutif (kepala negara) dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.2. Ada tidaknya hubungan pertangggungjawaban antara cabang eksekutif dan legislatif.Ciri-ciri sistem presidensil sendiri yaitu :* Adanya pemisahan yang jelas antara eksekutif dan legislatif* Presiden merupakan eksekutif tunggal* Presiden mengankat menteri dan bertanggungjawab kepadanya* Anggota parlemen tidak boleh menjabat eksekutif dan sebaliknya* Presiden tidak dapat membubarkan parlemen
Selain itu, secara hukum dianutnya sistem multy merupakan bentuk dari implementasi pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi : “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU” dan juga pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat”. Sehingga secara hukum sistem multy partai memiliki landasan hukum yang jelas yaitu kontitusi Indonesia.
Dalam pelaksanaan pemilu (pemilihan umum), baik pemilu legislatif maupun presiden, suatu partai politik akan sangat sulit mendapatkan dukungan mayoritas. Hal ini dapat kita lihat pabila dikaitkan dengan pasal 9 UU No 42 /2008 tentang pemilu presiden yang menerapkan presidensial trhesold (ambang batas) partai yang boleh mencalonkan CAPRES adalah memiliki 20% kursi di DPR atau 25% suara sah secara nasional dari pemilu legislatif sebelum pemilihan presiden. Sulit rasanya suatu partai memperoleh suara sedemikian besarnya tanpa melakukan penggabungan / berkoalisi dengan partai yang lain.
Menindaklanjuti koalisi sendiri, UUD 1945 sebagai landasan konstitusi Indonesia telah memberikan ruang untuk partai politik melakukan koalisi, dimana hal ini dapat dilihat dalam pasal 6 UUD 1945 yang berbunyi “Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum ”. Sehingga jelas, secara konstitusional koalisi telah dibenarkan dan memiliki landasan hukum yang jelas.
Kemudian, ketika saat ini banyak orang mengatakan koalisi di Indonesia sangat menggangu kinerja pemerintah, karena pemerintah lebih disibukan mengurusi masalah koalisi dibandingkan dengan menjalankan program kerja pemerintah yang pro terhadap rakyat. Menurut saya yang salah disini bukanlah koalisinya, melainkan cara dari Pemerintahan presiden SBY saat membangun koalisi dengan partai-partai lain.
Dalam membangun koalisi, seharusnya didorong atas dasar kesamaan ideologi, visi misi dan kepentingan rakyat. Koalisi yang terbangun sekarang dalam pemerintahan SBY, itu dibentuk atas dasar sharing kekuasaan dan pendekatan pragmatis serta transaksional jabatan. Sehingga koalisi yang dibangun menjadi rapuh dan tidak berkualitas.
Kemudian, ada pula orang yang mengatakan “bahwa koalisi hanya ada dalam sistem pemerintahan parlementer”, secara teori itu memang benar, namun kita tidak bisa menutup mata bahwa faktanya Indonesia merupakan negara plural yang menganut sistem multy partai. Sehingga memberi konsekuensi logis perlunya koalisi dalam sistem presidensial untuk mebangun pemerintahan yang baik dan kokoh.
Terakhir saya mengutip pernyataan Prof Sarcipto Raharjo, beliau mengatakan bahwa “Indonesia adalah laboratorium Hukum par exellence di dunia ”. Sehingga dalam melihat persoalan, termasuk permasalahan ketatanegaraan Indonesia, kita harus melihat dalam suatu realita yang terjadi di Indonesia sendiri, bukan hanya melihat dari sudut pandang teoritis semata.
Kesimpulan
Koalisi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan konsekuensi logis dari kepluralismean indonesia serta sistem sistem multy partai yang dianut. Realitas tersebut merupakan suatu kenyataan yang harus diterima oleh seluruh elemen bangsa, sehingga koalisi menjadi jalan terbaik dalam membangun pemerintahan. Agar koalisi berada pada rel maksud dan tujuan, guna membangun efektifitas pemerintahan dengan tujuan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, maka kedepan harus didorong lahirnya suatu undang-undang yang mengatur tentang tata nilai, etika, ruang lingkup, batasan-batasan tentang bangunan sebuah koalisi agar selaras dengan konstitusi negara, demi terciptanya kemakmuran rakyat Indonesia.
Yakin Usaha Sampai
Salam Mahasiswa !!! Salam Perubahan !!!
0 komentar