SUMBER NILAI DALAM MASYARAKAT INDONESIA


SUMBER NILAI
DALAM MASYARAKAT INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah, Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam, Semester Ganjil, Tahun Akademik 2009/ 2010
Dosen Pembimbing : Drs. Ahmad Abdul Gani, S.H., M.Ag.

Oleh: Rudi Pradisetia Sudirdja
NPM : 091000299
Kelas : E
Kelompok : 4 (empat)



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2009 / 1430

Kata Pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya memberikan petunjuk, rahmat dan karunia-Nya. Tak lupa Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Dengan segala rasa syukur yang tinggi penyusun berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan dosen mata kuliah PAI Fakultas Hukum Universitas Pasundan yaitu membuat makalah tentang sumber nilai dalam Islam.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah selain untuk memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa disiplin yang senantiasa melaksanakan tugas yang diberikan oleh dosen juga sebagai penambahan wawasan tentang pemahaman sumber nilai dalam Islam.
Penyusun menyusun makalah ini dengan baik, baik dari isi maupun maupun dari kualitas . Namun penyusun menerima saran dan kritikan konstruktif dari pembaca dengan senang hati.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca semua pada umumnya dan juga agar dapat menimbulkan kesadaran untuk berpedoman teguh kepada sumber nilai dalam Islam.
Wabillihi taufik walhidayah wassalammu'alaikum Wr.Wb
Bandung, September 2009

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................1
B. Identifikasi Masalah.......................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................2
D. Kerangka Pemikiran.......................................................................2
E. Metodologi.....................................................................................4
F. Sistematika......................................................................................4

BAB II PRINDIP DASAR SEORANG MUSLIM
A. Salâmatul 'aqîdah (Keyakinan yang benar)…………….........6

B. Shihhatul 'Ibâdah (Ibadah yang benar)………….....................7
C. Matînul Khulûq (Akhlaq yang kokoh)......................................8
D. Tsaqôfatul Fikr (Wawasan pengetahuan yang luas)...............9

BAB III SUMBER NILAI DALAM MASYARAKAT INDONESIA
A. Al Quran....................................................................................10
B. Al Sunnah (Hadist)...................................................................15
C. Ijtihad.........................................................................................20

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................25
B. Saran..........................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................v

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sering dengan berkembangnya zaman, umat muslim di Indonesia terus mengalami perkembangan, tetapi sayangnya perkembangan itu bukan menuju ke arah positif atau arah yang lebih baik, melainkan meuju ke arah yang negatif. Maka tidak heran saat ini, perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dilakukan secara terang-terangan oleh masyarakat Indonesia. Ini semua terjadi akibat umat muslim tidak lagi memegang teguh, apa yang seharusnya dipegang oleh umat muslim hingga akhir zaman yaitu Al Qur'an dan Al Sunnah dan Ijtihad.
Oleh karena itu umat muslim Indonesia sudah seharusnya mengingat kembali dan menjadikan sumber nilai dalam Islam sebagai pedoman dalam bertidak dan berprilaku. Karena hanya dengan dengan semua ini bangsa Indonesia akan bangkit dari keterpurukan dan dihindarkan dari berbagai macam bencana yang terus-menerus mendera negeri ini. Selain itu dengan berpegang teguh pada sumber nilai dalam Islam kita akan diselamatkan di dunia dan diakhirat kelak.
B. Identifikasi Masalah
  1. Bagaimana pandangan masyarakat Indonesia tentang sumber nilai dalam Islam ?
  2. Mengapa Ijtihad dibolehkan menjadi sumber nilai dalam Islam ?
  3. Mengapa Al Qur'an dan Al Hadits dewasa ini mulai dilupakan dalam kehidupan masyarakat Indonesia ?
C. Tujuan
  1. Untuk mengetahui sejauhmana pandangan masyarakat Indonesia tentang sumber nilai dalam Islam
  2. Untuk mengetahui latarbelakang ijtihad dibolehkan menjadi sumber nilai dalam islam
  3. Untuk mengetahui latarbelakang Al Qur'an dan Al Hadits dewasa ini mulai dilupakan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
D. Kerangka Pemikiran
Sumber nilai dalam islam sangat penting perannya dalam kehidupan masyarakat. Menurut saya sumber nilai dalam islam pada hakekatnya padat akan nilai dan memberikan manfaat yang luar biasa kepada umat manusia. Sumber nilai dalam islam tidak hanya diperuntukan atau berguna pada masyarakat muslim tetapi dapat dinikmati oleh siapapun. Islam tidak mengenal batas, ruang dan waktu, tetapi selalu baik kapan dan di mana pun serta kepada siapa saja. Maka sudah sepatutnya kita berpegang teguh atau berpedoman kepada sumber nilai dalam islam.
Al Qur'an merupakan salah satu sumber nilai dalam Islam yang merupakan firman Allah SWT yang dibuat oleh Allah, sebagai perwujudannya
Al-quran sendiri menantang manusia membuat satu surat yang senilai dengan Al Qur'an, sebagaimana firman Allah :
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar" Ayat ini merupakan tantangan dari Allah bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran. Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad s.a.w.
Selain Al Qur'an terdapat juga Al Hadits dan Ijtihad yang merupakan sumber nilai dalam Islam. Itu semua diperkuat oleh doctrin Ulil Abshar-Abdalla yang menyatakan bahwa sumber nilai dalam Islam hanya terbatas pada tiga yaitut : Al Quran, Al Hadis, Ijtihad .
E. Metodologi
Untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan, penulis menggunakan beberapa metode antara lain :
  1. Studi Pustaka
    Pada metode ini, penulis membaca buku-buku literature dan surat kabar yang berhubungan erat dengan penyusunan makalah ini.
    Seperti buku Pendidikan Agama Islam untuk perguruan tinggi umum, membaca surat kabar yang isinya terdapat kaitanya dengan sumber nilai dalam Islam, seperti Galamedia, Pikiran Rakyat. Selain itu penulis juga memanfaatkan perkembangan teknologi, dengan browsing internet untuk mencari artikel yang berkaitan dengan sumber bilai dalam Islam.
  2. Pemikiran
    Penulis mencoba untuk belajar mengungkapkan hasil pemikiran penulis
pribadi dan kemudian dituangkan pada makalah ini.
F. Sistematika
Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri dari empat Bab, yang diawali dengan kata pengantar kemudian daftar isi.
Dalam Bab I (Pendahuluan) terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penulisan, kerangka pemikiran makalah,metode penulisan dan sistematika penulisan.
Dalam Bab II (Prinsip Dasar Seorang Muslim) disini menjelaskan tentang Salâmatul 'aqîdah (Keyakinan yang benar), Shihhatul 'Ibâdah (Ibadah yang benar), Matînul Khulûq (Akhlaq yang kokoh), Tsaqôfatul Fikr (Wawasan pengetahuan yang luas).
Dalam Bab III (Sumber Nilai Islam Dalam Masyarakat Indonesia) disini menjelaskan tentang Al Quran Isi dan Kandungan Al Quran, Sejarah Singkat Kodifikasi Al Quran, Al Qur'an Sebagai Sumber Peradaban,Al Sunnah (Hadist), Macam-macam Sunnah, Al Sunnah dan Al Quran sebagai Sumber Nilai, Dasar Sunah Dibolehkan,
Akibat Jika Tidak Ada Sunah, Ijtihad, Kedudukan Ijtihad sebagai Sumber Nilai, Metode dan Syarat Berijtihad, Syarat-syarat Berijtihad,
Beberapa
Produk Ijtihad Mahmud Syaltut Apabila Ditinjau Dari Prinsip-Prinsip Ijtihad, Fungsi Ijtihad
Dalam Bab IV (Penutup) disini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang menjadi masalah dalam pembahasan makalah ini. Harapannya semoga dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan masalah ini guna dipakai sebagai bahan untuk mengadakan penyempurnaan.

BAB II
PRINSIP DASAR SEORANG MUSLIM
A. Salâmatul 'aqîdah (Keyakinan yang benar)
Perjalanan seorang muslim di dunia ini, dia harus mempunyai keyakinan yang lurus, sebagai sarat untuk dapat sampai kepada tujuannya. Ada enam hal yang membuat seorang muslim yakin terhadap tujuan perjalanannya. Iman (yakin) kepada keberadaan Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari akhir, dan Qadla-Qadar. Sebagaimana Sabda nabi Saw:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
"Nabi Saw bertanya kepada Jibril As:"Beritahukan aku tentang iman? Jibril menjawab: "Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya,
Rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun
buruknya".
Keyakinan terhadap Allah membuat Muslim selalu dalam keadaan optimis akan pertolongan-Nya. Yakin terhadap Malaikat membuat Muslim menyadari bahwa makhluk Allah yang paling taat ini, akan selalu mencatat segala perbuatannya di dunia, sehingga amal perbuatan Muslim selalu dipenuhi dengan hal-hal positif.
Yakin terhadap kitab, membuat muslim selalu membaca panduan hidupnya setiap saat. Yakin terhadap Rasul, membuat Muslim memantapkan langkahnya hidup di dunia, bahwa Allah tidak meninggalkannya tanpa pemandu perjalanan yang panjang ini. Yakin terhadap hari akhir, membuat muslim tahu akan tujuan akhirnya. Iman kepada qadla dan qadar membuat muslim menyadari akan tanggung jawabnya hidup di dunia, sehingga tidak terjatuh pada keyakinan jabariyah atau keyakinan qadariyah.
B. Shihhatul 'Ibâdah (Ibadah yang benar)
Ibadah adalah implementasi dari sebuah keyakinan. Ibadah dalam Islam bukanlah merupakan taklif (pembebanan), melainkan tasyrif (pemuliaan) dari Allah Swt. Ketika seorang manusia dijuluki oleh Allah 'ibadullah, maka ia termasuk orang-orang yang dikasihi-Nya.
Ibadah dalam Islam bukan hanya mencakup ritual keagamaan semata, semisal: shalat, zakat, puasa dan haji, tetapi semua lini kehidupan di dalam memakmurkan dunia ini yang tidak bertentangan dengan landasan Al-Quran dan Sunnah, semisal mencari nafkah secara halal, berhubungan baik dengan keluarga, menuntut ilmu dan lain sebagainya. Sebagaimana firmannya:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (الجمعة: 10)
"Jika shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung".Demikianlah, seorang Muslim harus memahami arti ibadah dengan benar. Ibadah yang benar lahir dari aqidah yang benar. Ibadah yang benar adalah ibadah yang membawa pengaruh bagi dirinya, orang lain dan melahirkan ketaqwaan.
C. Matînul Khulûq (Akhlaq yang kokoh)
Akhlaq, yaitu perilaku yang keluar secara otomatis, dan mencerminkan ekspresi diri seseorang di segala tempat dan waktu. Jadi, akhlaq bukanlah perilaku kondisional, yang hanya diekspresikan pada waktu-waktu tertentu saja, tetapi memiliki akhlak yang komit, tidak fluktuatif, dan tidak berubah dalam kondisi bagaimana pun. Allah Swt berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم: 4)
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung". (QS. Al-Qalam :4)
D. Tsaqôfatul Fikr (Wawasan pengetahuan yang luas)
Menjalani kehidupan di dunia ini tidak hanya sekedar mengandalkan keyakinan, ibadah dan akhlaq. Kehidupan yang sedang kita jalani ini diperlukan dalam melanjutkan perjalanan hidup. Wawasan itulah yang akan memandu perjalanan hidup.
Proses dalam hidup ini juga tidak lepas dari pengalaman-pengalaman yang akan menjadi guru terbaik.
Allah Swt berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ (الزمر: 9)
"Katakanlah: "Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesunguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran".
Sesungguhnya, bagi seorang muslim, mencari ilmu pengetahuan merupakan salah satu kewajiban.

BAB III
SUMBER NILAI ISLAM
DALAM MASYARAKAT INDONESIA
A. Al Quran
Al Quran secara etimologis berasal dari kata "qara a, yaqra u, qiraa atan, atau qur anan" yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian yang lain secara teratur. Dikatakan Al Quran karena berisikan intisari dari semua Kitabullah dan sebagai intisari semua ilmu pengetahuan. Pengertian Al Quran secara terminologis dapat dipahami dari pandangan beberapa ulama yaitu:
  1. Dr.Muh Salim Muhsin menyatakan bahwa Al Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammmad SAWyang tertulis dalam mushaf dan diriwayatkan kepada kitadengan jalan yang mutawatir dan membacanya dipandang sebagai ibadah.
  2. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al Quran sebagai firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril dengan bahasa arab, dijamin kebenarannya, sebagai bukti kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia, petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf.
  3. Syeikh Muhammad Abduh mendefinisikan Al Quran sebagai kalam mulia yang diturunkan Allah kepada nabi yang paling sempurna dan ajarannya mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Ia merupakan sumber yang mulia dan esensinya tidak dimenerti kecuali oleh orang yang berjiwa suci dan berakal cerdas.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, meyakinkan kita bahwa Al Quran adalah firman-firman Allah dan tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad SAW. Al Quran adalah muji'zat besar sepanjang masa. Keindahan bahasa dan kata-katanya tidak akan ditemukan di buku bahasa arab yang lain. Gaya bahasa yang luhur tapi mudah dimengerti merupakan ciri gaya bahasa Al Quran. Sebagai pedoman hidup, Al Quran banyak mengemukakan pokok-pokok dan prinsip umum tentang hukum atau aturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan makhluk lainnya.
Pada awal pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Al Quran telah dikumpulkan dalam mushaf tersendiri. Kemudian pada pemerintahan Usman bin Affan, Al Quran telah diperbanyak dan sampai kini aslinya masih ada disimpan di Madinah. Dalam perkembangan selanjutnya timbul usaha untuk menyempurnakan penulisan, penyeragaman bacaan dalam rangka menghindari kesalahan baca dan tulis Al Quran. Ilmu yang membahas hal yang berhubungan dengan Al Quran antara lain :
Ilmu Mawathin al Nuzul, Ilmu Asbab al Nuzul, Ilmu al Tajwid, Gharib al Qur'an, Ilmu Wujuh al Nadhar, Ilmu Amtsal Li al Qur'an dan Ilmu Aqsam al Qur'an.
Pada dewasa ini pandangan masyarakat terhadap sumber nilai dalam Islam semakin kabur, kabur disini masyarakat sudah mulai melupakan sumber nilai yang seharusnya mereka pegang hingga ahir zaman. Semua ini dikarenakan karena berbagai macam faktor, seperti pengaruh globalisasi. Masyarakat Indonesia sekarang ini cenderung atau kebanyakan berkiblat ke negara-negara barat. Semua ini yang menyebabkan sumber nilai dalam islam, dalam pandangan masyarakat semakin sempit atau kabur.
Isi dan Kandungan Al Quran
Al Quran terdiri dari 114 surat. 91 surat turun di Makkah dan 23 surat turun di Madinah. Ada juga yang berpendapat 86 surat turun di Makkah dan 28 surat turun di Madinah. Surat yang turun di Makkah dinamakan Makiyah dan pada umumnya pendek-pendek, menyangkut prinsip kepada manusia.
Sedangkan surat yang turun di Madinah disebut Madaniyah secara umum suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan hubungan antara Tuhan dan manusia serta makhluk lainnya (syari'ah).
Nama lain Al Quran pada umumnya telah dijelaskan pada Al Quran itu sendiri, diantaranya :Al Kitab, Al Furqon, Al Mau'idhah, Al Hikmah, Al Khair, Al Huda, Al Hukmu, Al Syifa, Al Dzikru, Al Ruh, dan Al Muthaharah.
Sejarah Singkat Kodifikasi Al Quran.
Al Quran diturunkan Allah kepada Nabi SAW tidak sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur. Adakalanya 1 ayat, terkadang beberapa ayat dan ada juga yang satu surat. Setiap ayat yang turun selalu dihafal dan diajarkan oleh nabi kepada para sahabat. Selain itu, nabi juga menyuruh sahabat yang bisa menulis dan membaca untuk menuliskan ayat atau surat Al Quran pada lembaran yang digunakan pada masa itu.
Setelah nabi wafat, kepemimpinan umat Islam dipegang oleh Abu Bakar Siddik. Pada saat kepemimpinan beliau, banyak terjadi peperangan yang mengakibatkan para sahabat yang hapal Al Quran gugur. Hal ini membuat Umar bin Khattab khawatir lalu menyampaikan kekhawatirannya pada Abu Bakar. Setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya Abu Bakar menyetujui usulan Umar bin Khattab dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al Quran yang tertulis. Akhirnya Zaid bin Tsabit berhasil mengumpulkan dan menyusun ayat-ayat Al Quran.
Pada masa pemerintahan Usman bin Affan wilayah umat Islam telah bertambah luas. Mereka sangat berpegang teguh pada Al Quran dari tulisan mereka. Tetapi susunan surat dan ayat tidak sama dan hal ini hampir menimbulkan pertikaian. Usman bin Affan segera mengambil tindakan dengan membentuk kembali panitia untuk menyusun Al Quran berdasarkan mushaf pada masa pemerintahan Abu Bakar. Maka dari mushaf yang ditulis pada pemerintahan
Usman bin Affan yang digunakan kaum Muslim seluruh dunia untuk menyalin Al Quran.
Al Qur'an Sebagai Sumber Peradaban
Al Quran memiliki posisi yang amat vital dan terhormat dalam masyarakat muslim di seluruh dunia. Di samping sebagai sumber hukum,pedoman moral,bimbingan ibadah dan doktrin keimanan,Alquran juga merupakan sumber peradaban yang bersifat historis dan universal.
Dari enam rukun iman yang diyakini umat Islam,ada dua yang tidak gaib, yaitu sosok Nabi Muhammad sebagai sosok historis dan kitab suci Alquran yang bisa kita baca dan kaji kandungannya. Sosok Nabi Muhammad pun bisa disebut gaib dalam pengertian kita tidak hidup sezaman dan hanya mampu membaca dan memahami sebagian kecil saja dari keseluruhan riwayat hidupnya.
Dengan demikian, pintu gerbang yang terbuka untuk mendalami ajaran Allah adalah melalui kitab suci Alquran. Namun,kita pun sadar bahwa pesan Allah yang terkandung dalam Alquran yang sedemikian luas dan dalam tidak mungkin kita kuasai sepenuhnya hingga tuntas.
Mungkin itulah sebabnya sejak awal mula diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad sampai hari ini, berbagai ulama tafsir selalu bermunculan dan berbagai buku yang diinspirasi oleh ayat-ayat Alquran senantiasa terbit. Tidak ada sebuah teks yang melahirkan teks-teks lain yang tak terhitung jumlahnya, kecuali teks suci Alquran.
Yang juga sangat menarik direnungkan, begitu kita membuka dan membaca teks suci Alquran,Alquran sendiri menyuruh pembacanya untuk mengaitkan pesan dirinya dengan teks-teks kauniyah, yaitu wahyu Tuhan yang terhampar dalam jagat semesta. Tidak hanya ayat semesta, Alquran juga menyuruh kita mengintegrasikan pesannya dengan ayat-ayat nafsiyah dan tarikhiyah, yaitu hukum Allah (sunatullah) yang tertulis dalam diri manusia dan dalam hukum sejarah.
B. Al Sunnah (Hadist)
Secara etimologis, hadist mengandung arti :baru, dekat, berita. Dalam tradisi hukum Islamhadis berarti segala perbuatan, perkataan, dan keizinan nabi Muhammad SAW.
Sunnah yang dimaksud disini adalah ucapan, perbuatan , sifat, dan taqrir serta cita-cita nabi Muhammad SAW.
Berhubungan dengan taqrir nabi, yaitu bentuk-bentuk ta'abudi yang dilakukan sahabat yang belum dicontohkan oleh rasul, kemudian ia membiarkannya atau terus menganjurkannya.sedangkan yang dimaksud dengan cita-cita nabi yaitu shaum di bulan Muharram. Munawar Khalil memberi arti tentang hadist adalah sebagai berikut :
  1. Undang-undang atau peraturan yang berlaku
  2. Cara yang diadakan
  3. Jalan yang telah dijalani
  4. Keterangan

Macam-macam Sunnah
Ditinjau dari segi sifat pembentukannya, hadis dapat dibagi menjadi lima yaitu:
  1. Sunnah Qauliyah yaitu sunnah yang berupa perkataan
  2. Sunnah Fi'liyah yaitu sunnah yang berupa perbuatan
  3. Sunnah Taqririyah yaitu sunnah yang berupa ketetapan
  4. Sunnah Hammiyah yaitu sunnah yang berupa keinginan nabi yang kuat dan belum terlaksana
  5. Sunnah Tarkiyah yaitu sunnah berupa hal yang ditinggalkan oleh nabi.
    Ditinjau dari segi jumlah bilangan perowi hadis, dapat diklasifikasikan pada:
  6. Mutawatir yaitu sunnah yang diriwayatkan dari Nabi SAW oleh sejumlah besar perowi yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk berdusta.

  7. Masyhur yaitu sunnah yang diriwayatkan Nabi SAW oleh seorang atau dua orang yang tidak sampai pada tingkat Mutawatir, kemudian diterima oleh perowi lainnya.
  8. Ahad yaitu sunnah yang tidak mencapai tingkat Mutawatir atau Masyhur.
    Ditinjau dari segi sandarannya kepada Nabi SAW terbagi menjadi :
  9. Marfu, sunnah yang disandarkan kepada nabi SAW
  10. Mauquf, sunnah yang disandarkan pada para sahabat.
  11. Maqthu, sunnah yang disandarkan pada para tabi'in.
Ditinjau dari segi kualitasnya, hadis dibagi menjadi :
  1. Shahih yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang adil, sempurna ingatannya, sanandnya bersambung, tidak berillat dan tidak janggal.
  2. Hasan yaitu hadis yang sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tetapi tidak mencapai derajat shahih.
  3. Dhaif yaitu sunnah yang kehilanghan satu atau lebih dari syarat-syarat hadis.
Al Sunnah dan Al Quran sebagai Sumber Nilai.
Fungsi dan peran Sunnah dan Al Quran sebagai sumber nilai dalam Islam adalah :
  1. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat yang sangat umum atau global.
  2. Bayan Taqrir, yaitu As Sunah berfungsi memperkuat pernyataan dalam Al Quran.
  3. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan suatu ayat dalam Al Quran.
Dasar Sunah Dibolehkan
Ayat-ayat Al-Qur'an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini, seperti : Setiap mu'min harus taat kepada Allah dan Rasul-nya ( al-Anfal :20, Muhammad :33, an-Nisa :59, Ali-Imran :32, al-Mujadalah : 13, an-Nur : 54,al-Maidah : 92 ). Kepatuhan kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah ( an-Nisa :80, Ali-Imran :31 ). Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa ( an-Anfal :13, Al-Mujadalah :5, an-Nisa :115 ). Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. ( an-Nisa':65 ). Kemudian perhatikan ayat-ayat : an-Nur : 52; al-Hasyr : 4; al-Mujadalah : 20; an-Nisa': 64 dan 69; al-Ahzab: 36 dan 71; al-Hujurat :1; al-Hasyr : 7 dan sebagainya.
Akibat Jika Tidak Ada Sunah
Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal : cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur'an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasullullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak, muhtamal dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya.
Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Jadi Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang kedua setelah Al-Qur'an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Qur'an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah sebagai sumber Islam juga.
C. Ijtihad
Secara bahasa ijtihad berarti curahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal semaksimal mungkin untuk menemukan suatu keputusan hukum yang tertentu dan tidak diterapkan secara eksplisst dalam Al Quran dan Sunnah. Muhammad Iqbal menemukan ijtihad itu sebagai the principle of movement. Mahmud Syaltut berpendapat bahwaijtihad memiliki dua pengertian yaitu :
  1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Quran dan Sunnah.
  2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau hadis.
Kedudukan Ijtihad Sebagai Sumber Nilai
Berbeda dengan Al Quran dan Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan berikut :
  1. Ijtihad tak dapat menghasilkan keputusan yang mutlak absolut, karena ijtihad adalah aktivitas akal manusia yang relatif.
  2. Suatu keputusan Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang tapi tak berlaku bagi orang lain.
  3. Ijtihad tidak berlaku pada urusan ibadah mahdah.
  4. Keputusan berijtihad tak boleh bertentangan dengan Al Quran dan Hadist
  5. Salam proses ijtihad hendaknya memperhatikan kemaslahatan umat.
Metode dan Syarat Berijtihad
Metode berijtihad antara lain :
  1. Qiyas, yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap suatu hal yang tidak diterangkan dalam al Quran dan Sunnah.
  2. Istihsan, yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan berdasarkan prinsip hukum Islam, seperti prinsip keadilan dan kasih saying.
  3. Masahilul Mursalah, yaitu menetapkan hukum berdasarkan tinjauan kegunaan atau kemanfaatannya sesuai dengan tujuan syariat.
Syarat-Syarat Berijtihad
Syarat berijtihad antara lain :
  1. Mengetahui dengan baik bahasa arab dari segala segi.
  2. Mengetahui isi Al Quran dengan baik.
  3. Mengetahui sunah rasul yang berhubungan dengan hukum.
  4. Mengetahui masalah hukum yang menjadi ijma para ulama sebelumnya.
  5. Mengetahui ushul fiqh
  6. Mengetahui kaidah fiqhiyah
  7. Mengetahui maksud syar'a
  8. Mengetahui rahasia syar'a
  9. Memiliki sifat adil dan jujur.
  10. Memiliki niat suci dan benar.
Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu.
Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Beberapa Produk Ijtihad Mahmud Syaltut Apabila Ditinjau Dari Prinsip-Prinsip Ijtihad
Terdapat berbagai macam rumusan yang dikemukakan ulama berkaitan tentang ijtihad. Namun dari rumusan-rumusan tersebut dapat diambil beberapa esensi yang menjadi syarat bagi terwujudnya ijtihad, yaitu: pertama, ijtihad merupakan upaya pencurahan kemampuan secara maksimal yang dilakukan oleh ulama; kedua, tujuan ijtihad adalah untuk mendapatkan kepastian hukum yang sifatnya zanni; ketiga, ijtihad dilakukan terhadap hukum yang sifatnya amali; keempat, dilakukan dengan melalui istinbat; kelima, obyek ijtihad hanyalah dalil-dalil yang zanni atau yang tidak ada dalilnya sama sekali.
Berdasarkan prinsip-prinsip inilah ijtihad dilakukan, sebagaimana halnya dapat kita lihat dari berbagai macam ijtihad Mahmud Syaltut terhadap berbagai macam permasalahan aktual yang terjadi pada masanya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
  1. Pandangan masyarakat Indonesia tentang sumber nilai dalam Islam pada dewasa ini sudah mulai luntur, semua ini dikarenakan kurang kuatnya iman pada diri masyarakat itu.
  2. Ijtihad dibolehkan menjadi sumber dalam islam, karena ijtihad merupakan suatu proses guna mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Walaupun ijtihad bersifat relatif karena berasal dari pikiran manusia, tetapi asalkan tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Al Hadits, Ijtihad dibolehkan menjadi sumber nilai dalam Islam.
  3. Al Qur'an dan Al Hadits dewasa ini mulai dilupakan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Semua ini dikarenakan berbagai macam faktor, salah satunya adalah sulitnya membendung pengaruh globalisasi. Karena globalisasi pada umumnya membuat pemikiran masyarakat Indonesia lebih condong ke negara-negara barat. Sedangkan pada umunya negara-negara barat bukan merupakan negara yang mayoritas muslim. Hal inilah yang sedikit demi sedikit membuat kita lupa akan sumber nilai yang dapat menuntun dan memberi kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Saran
  1. Untuk mewujudkan kembali pandangan masyarakat Indonesia tentang sumber nilai dalam islam. Masyarakat Indonesia harus lebih memperkokoh keimanan dan keyakinannya kepada Allah, karena dengan begitu akan otomatis mewujudkan kembali pandangan terhadap sumber nilai yang dewasa ini sudah mulai dilupakan. Peran pendidik, dalam hal ini sangat berperan besar, mereka harus lebih memberi pengertian dan menjelaskan manfaat-manfaatnya tentang sumber nilai dalam islam .
  2. Berijtihad seharusnya dilakukan oleh banyak orang yang benar-benar memahami islam secara kafah, dengan jalan musyawarah guna menghasilkan suatu keputusan atau penafsiran yang dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Untuk lebih meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap Al Qur'an dan Al Hadits . Kita harus mengfilter pengaruh globalisasi dalam arti ini menyaring mana yang sesuai dengan sumber nilai dalam Islam dan mana yang tidak. Disini kita harus pandai-pandai memilih. Semua ini guna membuat masyarakat Indonesia tetap berpedoman pada Al Qur'an dan Al Hadits

DAFTAR PUSTAKA
Atho, Mudzhar (1998) Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberal. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Hidayat, Komuruddin, (2008) Al Qu'ran Sebagai Sumber Peradaban, Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Muhayar, Marhadi (2007) Membentuk Muslim Sejati, From
Nursyifa, (2006) Sumber Nilai Islam, http://www.nursyifa.hypermart.net, 26 October 2009
Thalib, Moh.( 2003) Ciri Zaman Edan dan 20 Cara Menghadapinya. Bandung : Sarana Dakwah.
Tim Dosen PAI UNPAS (2008), Materi Pokok Pendidikan Agama Islam Dalam Perguruan Tinggi. Bandung : LPPSI Universitas Pasundan Bandung
Wikipedia, Ijtihad, From
http://en.wikipedia.org/ijtihad, 26 October 2009



You Might Also Like

0 komentar