RINGKASAN MATERI HUKUM PIDANA
RINGKASAN HUKUM PIDANA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas, Mata Kuliah Hukum Pidana,
Semester Genap, Tahun Akademik 2009 / 2010
Semester Genap, Tahun Akademik 2009 / 2010
Dosen Pembimbing : Hj. Rd. Dewi Asri Yustia, S.H.,M.H.
Oleh: Rudi Pradisetia Sudirdja
Oleh: Rudi Pradisetia Sudirdja
NPM : 091000299
Kelas : E
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN
JALAN LENGKONG BESAR NO 68 BANDUNG
Telp. (022) 4205945, 4262226
www.hukum.unpas.ac.id
A. PENGERTIAN HUKUM
Menurut S.K.Amien, SH.
Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
Contoh: Pasal 338 KUHP "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain " (norma), dipidana setinggi-tingginya 15 tahun karena pembunuhan" (sanksi).
B. MACAM-MACAM SANKSI
Macam-macam sanksi ada 3:
1) Perdata (bayar hutang, ganti rugi, perebutan hak)
2) Administrasi (turun pangkat atau jabatan)
3) Pidana (penderitaan atau nestapa)
· Pidana merupakan sanksi yang terberat
· Pidana merupakan "Ultimum Remedium", yaitu hukuman pidana merupakan obat terakhir, jadi apabila suatu masalah masih bisa diselesaikan dengan hukuman yang ringan seperti dalam perdata dan administrasi, maka janganlah dulu diselesaikan dengan hukuman pidana.
C. ARTI PIDANA
Pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa yang sengaja dilimpahkan oleh instansi yang berwenang kepada seseorang yang telah melanggar hukum pidana
D. PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Pengertian hukum pidana menurut para ahli hukum:
Menurut Prof. Muljatno, SH.
Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yamg mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu (pidana mati, penjara, dan kurungan) bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Ridwan Syahroni, SH.
Hukum Pidana adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang merupakan tindak pidana atau delik dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan bagi yang melakukannya.
Ø Hukum Pidana
1) Dalam Arti Obyektif (Ius Poenale, Hukum Positif)
Sejumlah peraturan yang mengandung larangan–larangan keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman serta ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat dipergunakan apabila norma itu dilanggar.
- Terbagi menjadi 2:
Hukum Pidana Materil
Berisi tentang ketentuan perbuatan apa yang dilarang, siapa yang dapat dihukum dan berapa hukuman bagi pelanggarnya. Pada umumnya, terdapat dalam KUHP, UU diluar KUHP, dan mengandung ketentuan-ketentuan pidana
Contoh: Pasal 338 KUHP
§ Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain
§ Orang yang melakukan tindak pidana tersebut
§ Setinggi-tingginya 15 tahun
Hukum Pidana Materil terbagi 2 :
o Hukum Pidana Umum
o Hukum Pidana Khusus
Cara mempertahankan hukum pidana materil :
· Penyidik: 20 hari + 40 hari = 60 hari
· Jaksa: 20 hari + 50 hari = 70 hari
· Hakim: 30 hari + 60 hari = 90 hari
Hukum Pidana Formil
Berisi bagaimana cara negara atau pemerintah dengan alat-alat kekuasaannya dapat membawa pelaku ke pengadilan
2) Dalam Arti Subyektif (Ius Poenandi)
Hukum Pidana adalah Himpunan peraturan-peraturan yang memberi hak kepada negara untuk mengancam dengan pidana bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana kemudian memberi hak kepada negara untuk menghukum orang tersebut
E. HUBUNGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORMIL
Hubungan hukum pidana materi dengan hukum pidana formil sangat erat sekali, karena tanpa hukum acara pidana (hukum formil), hukum pidana materil tidak berlaku atau tidak ada artinya
F. DELIK
è Delik merupakan tindak pidana
è Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana dinamakan "Delik / tindak pidana"
è Dalam sistem hukum pidana sekarang, delik dibagi menjadi 2:
§ Tindak pidana kejahatan ( Buku II )
§ Tindak pidana Pelanggaran ( Buku III )
è Bagaimana untuk menentukan bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana?
Jawab: Untuk menentukan perbuatan mana yang dipandang sebagai delik atau tindak pidana, kita menganut "Principle Of Legality" (azas legalitas) yang tertulis dan yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Undang-undang menyebutkan sedemikian rupa dengan tegas ( Principle of legality" nollum delictum nulla poena praevia lege poenale")
è Isi pasal 1 ayat 1 KUHP:
" Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali atas kekuatan UU yang telah ada terlebih dahulu sebelumnya atau dari perbuatan tersebut "
è Ini berarti bahwa tiap-tiap perbuatan pidana atau tindak pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada dan berlaku bagi terdakwa
è Pasal 1 ayat 1 ini mengandung 3 makna:
Æ Undang-undang hukum pidana harus tertulis
Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh berlaku surut
Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh ditafsirkan secara analogi (kias)
è Maksud hukum pidana tidak berlaku surut itu adalah berarti Undang-undang berlaku ke muka atau ke depan bukan ke belakang
Contoh: Kumpul kebo
- Kala terjadi perubahan UU diberlakukan bagi yang diberuntungkan olehnya (tersangka)
è Ketiga makna diatas dapat diketahui dari kalimat pasal 1 ayat 1 KUHP. Untuk mengetahui bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana, UU harus menyebutnya sedemikian rupa sehingga dilarang dan diancam dengan pidana
è Darimana kita mengetahui bahwa subyek hukum pidana adalah manusia? Dapat diketahui dari:
1) Rumusan pasal-pasal KUHP sendiri yang selalu memulai dengan kata barang siapa
2)
Pasal 10 KUHP yang mengatur tentang jenis-jenis hukuman pokok, terdiri dari:
Pasal 10 KUHP yang mengatur tentang jenis-jenis hukuman pokok, terdiri dari:
A. Hukuman mati
B. Hukuman penjara (hukuman tidak terbatas, boleh dipindahkan)
C. Hukuman kurungan (tidak boleh lebih sari 2 th)
D. Hukuman denda
Æ Hukuman tambahan terdiri dari:
§ Pencabutan hak-hak tertentu. Contoh: hak untuk dipilih
§ Perampasan barang-barang tertentu (alat kejahatan dan barang hasil kejahatan)
§ Pengumuman putusan hakim
G. AZAS LEGALITAS
Æ Azas legalitas berasal dari bahasa latin " Nullum Delictum Nulla Poena Praevia Lege Poenale " oleh Van Feverbach
Æ Azas Nullum Delictum terdiri dari:
§ Nulla Poena Sine Lege ( tanpa uu pidana pun tidak ada )
§ Nulla Poena Sine Crimine ( tanpa kejahatan pidana pun tidak ada )
§ Nulla Crimine Sine Poena Legale ( jika pidana tidak ditetapkan dalam uu )
H. AZAS LET TEMPORIS DELICTI
Æ Azas let temporis delicti: Apabila Undang-undang yang berlaku baru itu menguntungkan bagi terdakwa yang berarti UU yang diberlakukan adalah UU yang ada pada saat tindak pidana itu diberlakukan, maka pasal 1 ayat 2 KUHP boleh berlaku surut.
Æ Isi pasal 1 ayat 2 KUHP adalah:
" Jika ada perubahan dalam Undang-undang sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan "
Æ Pasal 1 ayat 2 KUHP oleh para sarjana disarankan agar dihapuskan saja karena memberikan pendidikan yang tidak baik (tidak ada kepastian) mereka menghendaki agar diberlakukan azas legalitas.
I. AZAS BEEN STRAP ZONDER SCHULD
Æ
"Azas been strap zonder schuld" adalah tidak dipidana tanpa kesalahan
"Azas been strap zonder schuld" adalah tidak dipidana tanpa kesalahan
Æ Azas ini tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum pidana
Æ Apakah seseorang yang telah melakukan tindak pidana harus dihukum?
Jawab : "Tidak"
Alasannya : Dalam hukum pidana dianut azas yang tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum pidana tersebut yaitu "azas been strap zonder schuld"
Contoh : Eksekusi Amrozi
- mengapa regu penembak mati amrozi tidak dihukum?
Jawab: karena ia melaksanakan UU dan membela diri
J. DASAR ATAU ALASAN PENGHAPUS PIDANA
Dasar-dasar / alasan-alasan penghapus pidana adalah hal-hal atau keadaan yang menyebabkan seseorang yang telah jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum.
Contoh: orang gila dan regu penembak hukum pidana mati
Yang dimaksud tanpa kesalahan itu bagaimana?
Jawab: ialah orang yang jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum karena adanya alasan-alasan/ dasar-dasar penghapus pidana
Dasar-dasar/ alasan-alasan penghapus pidana terbagi 2:
a) Dasar pemaaf
§ Pasal 44 KUHP
§ Dasar-dasar yang menghapuskan kesalahan tersangka / terdakwa karena dia tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menurut UU dengan kata lain (gila), jadi kesalahannya dimaafkan, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Artinya, jika orang yang sehat yang melakukannya, maka akan dihukum
§ Contoh: orang gila
b) Dasar pembenar
§ Pasal 48,49,50,51 KUHP
§ Dasar / alasan yang menghapuskan atau menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga perbuatan tersebut dianggap patut dan benar
§ Contoh: regu penembak hukum pidana mati
K. FUNGSI HUKUM PIDANA
š Fungsi Umum
Sama dengan fungsi hukum yang lain ialah mengatur hidup kemasyarakatan / menyelenggarakan tata dalam masyarakat
š Fungsi Khusus
Ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya
A. PEMBAGIAN TINDAK PIDANA
Didalam KUHP ada 3 buku:
o Buku I tentang Ketentuan Umum
o Buku II tentang Kejahatan
o Buku III tentang Pelanggaran
Menurut KUHP ada 2 jenis tindak pidana:
1 Tindak pidana kejahatan (buku II KUHP) = Delik Hukum (Recht Delictum)
2 Tindak pidana pelanggaran (buku III KUHP) = Delik UU (Wets Delictum)
Perbedaan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran adalah:
è
Delik kejahatan adalah suatu perbuatan yang meskipun tidak tertulis dalam Undang-Undang sebagai perbuatan pidana, tetapi ada perasaan hukum (adil tidak adilnya dapat dirasa) / telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Dan ancamannya lebih berat daripada pelanggaran.
Delik kejahatan adalah suatu perbuatan yang meskipun tidak tertulis dalam Undang-Undang sebagai perbuatan pidana, tetapi ada perasaan hukum (adil tidak adilnya dapat dirasa) / telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Dan ancamannya lebih berat daripada pelanggaran.
è
Delik pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumya dapat diketahui setelah ada UU yang menentukan demikian. Dan ancamannya ringan sehingga tidak dapat dirasakan oleh si pelanggar.
Delik pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumya dapat diketahui setelah ada UU yang menentukan demikian. Dan ancamannya ringan sehingga tidak dapat dirasakan oleh si pelanggar.
Menurut Doktrin, delik terbagi :
I a. Delik formil: suatu delik atau tindak pidana yeng telah dianggap selesai terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Contoh: delik pencurian pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun.
b. Delik materil: suatu delik yang telah dianggap selesai apabila telah dianggap selesai terlaksana dengan timbulnya akibat dari perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Contoh: pasal 338 KUHP (tentang pembunuhanan)
II a. Delik laporan (biasa) / delik bukan aduan: suatu delik yang penuntutannya tidak disyaratkan / diperlukan adanya pengaduan dari pihak korban / cukup laporan.
Contoh: pencurian.
b. Delik aduan (klacht delict): suatu delik yang penuntutannya disyaratkan adanya pengaduan dari pihak korban
Contoh: pasal 284 KUHP tentang zina (overspel)
· Delik aduan ini terbagi menjadi 2, yaitu:
Delik aduan absolut / mutlak: tidak dapat dibelah artinya apabila dituntut satu maka dituntut semua.
Delik aduan relatif / nisbi: dapat dibelah artinya dituntut salah satu saja karena yang lainnya masih ada hubungan keluarga / darah.
Contoh: Pencurian dalam keluarga, penggelapan, atau penipuan.
III a. Delik sederhana: yaitu delik yang merupakan delik pokok yang terdiri atas beberapa unsur.
Contoh: Pasal 338 KUHP, unsurnya:
§ dengan sengaja
§ menghilangkan nyawa orang lain
b. Delik yang dikualifikasikan: suatu delik yang unsurnya sama dengan unsur delik pokok, ditambah dengan unsur lain sehingga menjadi lebih berat.
Contoh:
1 Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yang unsurnya:
- Dilakukan dengan sengaja
- menghilangkan nyawa orang lain
Lalu hukuman yang menjadi pemberatan adalah apabila si pelaku tindak pidana tersebut melakukan tindak pidana diatas, ditambah dengan unsur: - direncanakan terlebih dahulu
Maka, si pelaku dikenakan pasal 340 KUHP
2 Pasal 362 KUHP (pencurian) yang unsurnya:
- mengambil
- suatu barang orang lain
- dengan maksud untuk dimiliki secara melanggar hukum
Lalu hukuman yang menjadi pemberatan adalah apabila si pelaku tindak pidana tersebut melakukan tindak pidana diatas, ditambah dengan unsur:
- diwaktu malam hari / mencuri hewan, waktu kebakaran atau bencana.
Maka, si pelaku dikenakan pasal 363 KUHP.
c. Delik yang diistimewakan: suatu delik yang unsurnya sama dengan unsur delik pokok, ditambah dengan unsur lain sehingga menjadi ringan.
Contoh: pasal 344 (membunuh anak kandung), seorang ibu yang sengaja menghilangkan nyawa anaknya karena takut diketahui bahwa anak itu adalah hasil hubungan gelap.
IV a. Dolus Delicten (delik dengan unsur sengaja).
Contoh: pada pasal 338 KUHP tentang pembunuhan yang disengaja.
b. Colpus Delicten (delik dengan unsur culpa / lalai).
Contoh: Pada pasal 359 KUHP (karena alfa menyebabkan orang mati)
V a. Commissie Delicten: melanggar larangan (bergerak)
b. Ommissie Delicten: melanggar perintah (diam)
Contoh: pasal 321 KUHP.
B. SIFAT MELAWAN HUKUM
SIFAT MELAWAN HUKUM
Sifat melawan hukum formil sifat melawan hukum materil
(hanya dapat dihapus oleh ketentuan UU yang fungsinya yang fungsinya
Itu sendiri) negatif positif
Sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu telah mencocoki rumusan delik yang tercantum di dalam UU. Contoh: pasal 338 (menghilangkan nyawa orang lain).
Sifat melawan hukum formil: bertentangan dengan Undang-undang (hukum tertulis)
Sifat melawan hukum materil: tidak hanya bertentangan dengan UU, tetapi melanggar hukum, tidak tertulis pun dapat dihukum.
Sifat melawan hukum materil fungsi negatif: mengakui adanya kemungkinan hal yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan yang diatur secara jelas dalam UU.
Sifat melawan hukum materil fungsi positif: walaupun perbuatan itu tidak diatur dalam UU sebagai tindak pidana, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan kepatutan / tata susila / adat istiadat dalam masyarakat, maka perbuatan bisa dianggap tindak pidana.
C. PELAKU TINDAK PIDANA (DADER)
Pelaku tindak pidana, menurut Doktrin : Barang siapa yang perbuatannya telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana seperti yang telah dirumuskan dalam UU.
Contoh: Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan
Unsur-unsurnya: - dengan segaja
- menghilangkan nyawa orang lain.
Pasal 362 KUHP "Barang siapa yang mengambil suatu barang yang seluruh / sebagian milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum dipidana setinggi-tingginya 5 tahun karena pencurian."
Unsur-Unsurnya: - mengambil barang milik orang lain
- dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
Delik tindak pidana ada 2 unsur:
1) Unsur Obyektif: unsur yang terdapat diluar diri si pelaku dan dapat berupa perbuatan tertentu, akibat tertentu, masalah atau keadaan tertentu (dilarang).
2) Unsur Subyektif: - dengan sengaja (dolus)
- lalai / alpa (colpus)
Pelaku tindak pidana dibagi menjadi 2:
D. Pelaku formil: Barang siapa yang telah melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana. Contoh: Pencurian
E. Pelaku materil: Barang siapa yang telah menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam pidana.
Dimanakah kita temui perumusan "pelaku" menurut KUHP?
Jawab: Di dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP
Dan siapakah orang yang menurut KUHP adalah pelaku?
Jawab:
" Dipidana sebagai pelaku dari suatu tindak pidana:
1) Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan / turut melakukan suatu tindak pidana.
2) Mereka yang dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan mempergunakan salah satu daya upaya atau dengan memberikan suatu janji / dengan menyalahgunakan kekuasaan / kemuliaan dengan mempergunakan kekerasan / dengan mempergunakan ancaman / tipu muslihat / memberikan kesempatan / memberikan alat-alat / dengan memberikan penerangan.
Bertalian dengan apa yang diatur dalam Pasal 55 tentang siapa yang dianggap sebagai pelaku pidana ternyata dalam KUHP digolongkan dalam 4 golongan pelaku:
1) Mereka yang melakukan sendiri tindak pidana (plegen)
2) Mereka yang menyuruh melakukan (doen plegen)
3) Mereka yang bersama-sama untuk melakukan sesuatu tindak pidana (mede plegen)
4) Mereka yang dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana (uitlokken)
Persamaan antara "menyuruh melakukan" dengan "membujuk / menggerakkan melakukan" adalah sama-sama berkehendak melakukan tindak pidana, tetapi tidak melakukan sendiri, tetapi menyuruh orang lain.
Perbedaan antara "menyuruh melakukan" dengan membujuk / menggerakkan melakukan" adalah:
1 Pada "menyuruh melakukan", disyaratkan yang disuruh adalah orang yang tidak dapat di pertanggung jawabkan menurut hukum (orang gila, anak kecil, pasal 48,49)
2 Pada "membujuk melakukan", orang yang disuruh adalah orang yang normal
3 Pada "menyuruh melakukan", yang dihukum hanya orang yang menyuruhnya saja.
4 Pada "membujuk melakukan", sama-sama dihukum
Pembujukan yang gagal (misluke utlekking)
Pasal 163 BIS KUHP : pembujuk tetap dihukum
- pasal yang dibicarakan sudah ada di muka.
Apa arti kalimat " Dipidana sebagai suatu tindak pidana " ialah mereka yang melakukan sendiri suatu tindak pidana.
Menurut Prof. Simons, yang dimaksud dengan mereka yang melakukan tindak sendiri suatu tindak pidana ialah apabila seseorang yang melakukan sendiri suatu tindak pidana yang berarti tidak ada temannya.
Menurut lain-lain Sarjana, sebenarnya dicantumkannya perumusan tersebut di dalam pasal 55 adalah berlebihan; tidak perlu dirumuskan begitu, sebab tanpa perumusan itu kita sudah tahu, yaitu kita pelajari saja tiap-tiap perumusan delik yang dirumuskan oleh UU.
Menurut Prof. Noyon, menafsirkan kalimat ini ialah apabila beberapa orang / lebih dari satu orang bersama-sama melakukan tindak pidana. Maka apabila kita bandingkan satu sama lain dari ketiga pendirian tersebut diatas, maka pendirian Simons tidak lengkap / tepat / Sebab sebagaimana kita ketahui, perumusan itu tercantum dalam pasal 55 KUHP, sedangkan pasal 55 KUHP itu tempatnya terletak pada buku besar I Bab V yang berjudul "Deelneming Aan Strafbaar Feit", yang artinya turut serta melakukan suatu tindak pidana artinya apabila dalam suatu tindak pidana itu tersangkut beberapa orang.
è Pasal 338 KUHP (1 orang)
è Pasal 338 KUHP Jo Ps 55 KUHP (lebih dari satu orang)
Deelneming itu terjadi pada saat yang melakukan tindak pidana lebih dari satu orang. Deelneming Aan Strafbaar Feit ialah apabila dalam suatu delik / pidana tersangkut lebih dari satu orang pelaku.
A. SAMENLOOP AAN STRAFBAAR FEIT (CONCURSUS)
Concursus adalah gabungan tindak pidana
Terjadi Samenloop, yaitu apabila orang / seseorang yang melakukan tindak pidana lebih dari satu kali dan diantara tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan semua diajukan sekaligus.
Pentingnya mempelajari Samenloop adalah untuk menentukan berapa hukuman bagi seseorang / beberapa orang yang telah melakukan tindak pidana lebih dari satu kali.
B. JENIS-JENIS SAMENLOOP
è Samenloop ada 3 jenis:
a. Een Daadse Samenloop (Concursus Idealis)
Adalah suatu tindakan / perbuatan terlanggar lebih dari satu pasal KUHP / pasal lain.
Contohnya: Orang yang membunuh tembak seseorang yang terhalangi kaca dan menyebabkan kaca tersebut pacah / hancur, maka pecahnya kaca tersebut melanggar pasal 406 KUHP dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara, sedangkan terbunuhnya orang itu melanggar pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 15 tahun penjara. Jadi dari beberapa tindak pidana tersebut hanya dikenakan hukuman yang terberatnya saja. (Hukuman terberat + 1/3=….).
b. Voor Gezette Handeling (Perbuatan Berlanjut)
Ialah perbuatan / tindakan pidana pertama, kedua, ketiga, dst., mempunyai hubungan yang erat. Hanya dikenakan satu pasal saja.
Contoh: seorang montir bekerja di sebuah toko onderdil besar, tapi dia tidak mempunyai motor, lalu ia mengambil satu persatu onderdil motor dari yang terkecil sampai menjadi sebuah rakitan motor (Pasal 362).
c. Meer Daadse Samenloop (Concurcus Realis)
Ialah beberapa tindak pidana terlanggar beberapa pasal
Contoh pada tanggal:
1-5-09 "Mencuri" (362 KUHP)
10-5-09 "Mencuri" (362 KUHP)
20-05-09 "Menipu" (378 KUHP)
22-05-09 "Membunuh" (338 KUHP)
27-05-09 "Memperkosa" (385 KUHP)
Jadi hukuman bagi si pelaku ialah diambil yang hukuman yang terberat + 1/3.
è Yang dimaksud dengan Samenloop Aan Strafbaar Feit, mengenai hal ini kita mengenal beberapa bentuk samenloop yaitu:
Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan / gerakan dan dengan melakukan suatu perbuatan itu yang melanggar beberapa peraturan pidana / apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan tiap-tiap perbuatan itu merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri-sendiri.
Dan terhadap salah satu pelanggaran dari satu peraturan pidana itu belum dijatuhi oleh putusan hakim atas diri orang tersebut dan terhadap pelanggaran peraturan tindak pidana itu diadili sekaligus.
C. STELSEL PEMIDANAAN DALAM SAMENLOOP
Stelsel pemidanaan dalam Samenloop ada 4 stelsel sistem pemidanaan:
A. Stelsel Pokok
Absorptie Stelsel
Apabila seseorang melakukan beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana yang berlain-lainan, maka menurut sistem ini hanya dijatuhi satu hukuman saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik
Contoh: si A melakukan Tindak Pidana 3 kali, yang ancaman pidananya berbeda-beda yaitu 5 th, 7 th, dan 15 th. Menurut sistem ini hanya diberikan satu ancaman saja yang terberat yaitu 25 th.
Commulatie Stelsel
Apabila seseorang melakukan beberapa kali perbuatan pidana yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri. Maka menurut sistem ini, tiap-tiap pidana yang diancamkan kepada tiap-tiap delik yang dilakukan oleh orang itu dijumlahkan.
Contoh: 5 th + 7 th + 15 th = 27 th.
B. Stelsel Tambahan
Absorptie yang di pertajam
Apabila seseorang malakukan perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang diancam dengan pidana yang berlain-lainan. Menurut stelsel ini, pada hakikatnya hanya dijatuhi satu pidana yaitu pidana terberat akan tetapi ditambah 1/3 nya.
Contoh: si A diancam hukuman 7 th, 5 th, dan 15 th, maka si A diancam hukuman (15 + (1/3 X 5) = 20 th.
Commulatie sedang
Apabila seseorang melakukan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini, semua pidana yang diancamkan oleh masing-masing delik dijatuhkan semuanya ; akan tetapi, jumlah dari pidana itu harus dikurangi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana yang terberat ditambah 1/3.
Contoh: 5 th + 6 th + 15 th = 29 th
15 + ( 1/3 x 5) = 20 th.
A. RECIDIVE
ü Recidive ialah seseorang / beberapa orang yang telah selesai di hukum, kemudian ia mengulangi tindak pidana lagi
ü Recidive terjadi apabila seseorang / beberapa orang yang belum lewat 5 th dari ia selesai menjalani hukuman ia melakukan tindak pidana lagi
B. TEORI-TEORI RECIDIVE
Teori-teori Recidive ada 3:
1) Recidive Umum
Menurut teori recidive umum seseorang belum lewat 5 th dari ia selesai menjalani hukuman tetapi ia melakukan tindak pidana lagi (tindak pidana apa saja).
2) Recidive Tengah
Menurut teori recidive tengah KUHP membagi 3 kelompok tindak pidana seperti yang diatur dalam pasal 486, 487, 488 KUHP.
Kelompok :
1 Tindak pidana yang mencari untung dengan tidak halal / perbuatan – perbuatan negative yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan tipu daya muslihat. Contoh: pencurian,penipuan, dan penggelapan (pasal 486).
2 Perbuatan-perbuatan kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap jiwa manusia / badan manusia. Contoh: pembunuhan, penganiayaan,dsb. (pasal 487).
3 Sejumlah kejahatan – kejahatan yang terdiri atas berbagai kejahatan yang pada hakikatnya sama sifatnya mengandung suatu penghinaan (pasal 488).
Jadi menurut recidive tengah yang melakukan tindak pidana pengulangannya itu dalam satu golongan, dan KUHP menganut recidive ini.
3) Recidive Khusus
Menurut teori recidive khusus ialah apabila ia keluar dari menjalani hukuman belum lewat dari 5 th ia melakukan tindak pidana lagi yang pasalnya sama.
C. PERSAMAAN & PERBEDAAN CONCURSUS DENGAN RECIDIVE
Persamaannya ialah sama-sama melakukan tindak pidana lebih dari satu kali.
Perbedaannya ialah:
è Pada Concursus, diantara beberapa tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan kemudian diajukan sekaligus ke pengadilan.
è Pada Recidive, diantara beberapa tindak pidana itu, sudah ada yang diputus oleh pengadilan dan putusannya sudah mempunyai hukum yang tetap.
Menurut pendapat para sarjana, concursus adalah hal yang meringankan terdakwa / tersangka. Dan recidive adalah hal yang memberatkan terdakwa / tersangka.
Recidive terdapat apabila seseorang telah melakukan suatu tindak pidana dan kepadanya telah dijatuhi suatu keputusan hakim kemudian setelah ia selesai menjalani pidananya dan ia dikembalikan kepada masyarakat, maka apabila ia dalam jangka waktu tertentu (belum lewat 5 th dari masa kurungan) melakukan tindak pidana lagi, maka pidana yang dapat dijatuhkan untuk tindak pidana yang dilakukan kedua kalinya akan diberatkan + 1/3 dari hukumannya.
Apakah dasar hukum menjatuhkan pidana lebih berat terhadap recidive?
Jawab: oleh karena orang tersebut telah membuktikan ia mempunyai sikap atau tabi'at bahwa orang tersbut jahat dan tidak mau bertobat / tidak merubah sikapnya tersebut. Dan ini sangat membahayakan masyarakat. Padahal yang menjadi tujuan pemidanaan itu adalah mendidik para napi agar mereka jera terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan dan dapat diharapkan mereka itu menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.
D. AJARAN UMUM
Hal-Hal Yang Membatalkan
Hak Menuntut Hukuman
Hak Melaksanakan Hukuman
Yang diatur dalam KUHP
Yang diatur di luar KUHP
KETERANGAN:
Hak menuntut hukuman yang diatur di dalam KUHP :
a. Ne bis ni idem: seseorang tidak dapat dituntut untuk ke 2 kalinya dalam perkara yang sama
b. Meninggalnya terdakwa: hak menuntut hapus
c. Kadaluwarsa: pada pasal 79 KUHP pelanggaran waktunya sampai 1 th, jika lewat dari 1 th tidak diungkit maka perkaranya lewat. ( catatan: jika diatas 5 th, maka daluwarsanya adalah 12 th, jika hukuman mati, maka daluwarsanya adalah 18 th).
d. Penyelesaian di luar perkara: denda (penyelundupan).
Ada 2 jenis yang diatur di luar KUHP:
1) Abolisi : wewenang Kepala Negara (Presiden) dengan UU / atas kuasa UU untuk menghentikan / meniadakan segala penuntutan tentang satu / beberapa delik / tindak pidana yang dilakukan oleh satu / beberapa orang tertentu. Dengan kata lain maka dengan keputusan abolisi ini, maka setiap orang yang tersangkut dalam satu / beberapa delik tertentu yang belum / yang sedang dalam penuntutan dihentikan; bahkan orang-orang yang masih dalam pemeriksaan pendahuluan juga dihentikan bahkan terhadap orang-orang yang belum diketahui pun dihentikan.
2) Amnesti: wewenang Kepala Negara (Presiden) atas kekuasaan UU / atas kuasa UU dan dengan pemberian amnesti ini maka semua akibat hukum pada terhadap orang-orang yang melakukan delik dihapuskan / ditiadakan (lebih luas lagi terhadap orang yang sudah di hukum pun dikeluarkan).
Perbedaan antara Abolisi dengan Amnesti yaitu:
ü Abolisi, hanya menggugurkan penuntutan kepada mereka yang belum dihukum.
ü Amnesti, mempunyai akibat hukum yang sebab amnesti dapat memberikan kepada baik mereka yang sudah dihukum atau yang belum dihukum.
Pengertian antara "dengan UU" dan " atas kuasa UU" yaitu:
ü Dengan UU: tiap-tiap hendak kali Presiden hendak memberikan abolisi dan amnesti dengan UU, artinya dengan persetujuan parlemen (membuat Uu khusus)
ü Kuasa UU: atas kuasa UU yang berlaku, maka dengan adanya Uu ini, apabila presiden hendak memberikan abolisi dan amnesti, Presiden tidak perlu membuat UU lagi.
2 komentar
most usefull,...
BalasHapusmay i ask, are you himpunan hijau hitam..?
Mantap terimakasih banyak
BalasHapus